Sabtu, 04 April 2015

Sejarah Situs Gunung Padang - Cianjur






Sejarah Situs Gunung Padang - Cianjur
Situs Gunung Padang merupakan punden bangunan berundak peninggalan jaman prasejarah. Situs ini merupakan salah satu situs megalitik terbesar di Asia Tenggara. Situs terletak di puncak bukit yang dikelilingi oleh lembah-lembah dan perbukitan. Di sebelah tenggara terdapat Gunung Melati, di sebelah barat daya terdapat Pasir Empat dan Gunung Karuhun, di sebelah barat laut terdapat Pasir Pogor dan Pasir Gombong, dan di sebelah timur laut terdapat Pasir Malang.
Saksikan situs punden berundak ini yang terbagi menjadi 5 teras mengerucut dan dibangun dengan batuan vulkanik alami yang berbentuk persegi panjang. Teras pertama merupakan teras terbawah dan terluas berdenah segi empat. Pada jalan menuju teras pertama terdapat beberapa batu tegak di kiri kanan jalan. Di depan pintu ini terdapat susunan batu berdenah segi empat dan beberapa menhir serta adanya batu lumpang di sudut timur laut. Di teras kedua tedapat batu-batu tegak berukuran besar. Di teras ketiga terdapat lima kelompok bangunan yang sebagian besar berupa kelompok batu tegak. Sebagian dari batu-batu tersebut telah roboh. Di teras terdapat balok-balok batu pada bagian tengah dan tiga bangunan di bagian timur laut. Bagian barat daya teras ini berupa tanah kosong. Teras kelima merupakan bagian paling atas dari situs ini. Pada bagian ini terdapat susunan batu tegak yang membentuk ruang segi empat. Terdapat juga tinggalan lainnya berupa tumpukan monolit. Anda akan melihat bahwa situs ini unik dari sisi visual.

Lokasi: Desa Cimenteng, Kecamatan Campaka
Koordinat : 6°59,664'S 107°3,375'E
----------
Situs Megalitik Gunung Padang”. Situs Gunung Padang terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Konon, menurut para ahli arkeologi, situs ini merupakan situs megalitik terbesar di Asia Tenggara.

Untuk menuju Situs Gunung Padang, terdapat dua alternatif jalan. Alternatif pertama adalah jalan utama, mendaki sekitar 370 anak tangga dengan kemiringan yang cukup tajam, hampir 40 derajat. Alternatif kedua adalah mendaki sekitar 500 anak tangga dengan kemiringan yang lebih landai.

alan masuk Situs Gunung Padang, di sisi kiri terdapat anak-anak tangga menuju situs

Satu per satu anak tangga kami daki. Anak-anak tangga ini disusun dari batu-batu berbentuk kolom poligonal yang dipasang melintang. Dengan sedikit terengah-engah, akhirnya 15 menit kemudian, kami tiba di Situs Gunung Padang. Woww…!! Pemandangan di depan dan ke belakang betul-betul menakjubkan!

Kami berada di puncak tertinggai dan saya membayangkan saya berada di pertemuan dengan para Raja-raja Pajaran.dan ada keanehan disekitar batu-batu yang berserekan,saya seperti ada yang menuntun dan menemukan batu tapak Kujang dan Batu tapak macan.subhanallah luar biasa.bukan tipuan dan bukan sihir.adanya

Situs Gunung Padang ini terdiri dari lima pelataran (bisa juga menjadi 7 pelataran jika bagian-bagian tertentu di bawahnya dianggap sebagi pelataran). Masing-masing pelataran berada lebih tinggi sekitar 50-cm dari pelataran sebelumnya.

Pelataran pertama adalah pelataran dengan gerbang kecil yang terbentuk oleh kolom-kolom batu yang berdiri berhadapan. Pada pelataran pertama ini terdapat batu-batu berwarna abu-abu berbentuk kolom yang masih tersusun rapi membentuk ruang persegi panjang. Batu-batuan di Gunung Padang adalah batuan jenis andesit basaltis yang merupakan hasil pembekuan magma pada lingkungan sisa-sisa gunung api purbakala pada jaman Pleistosen Awal, sekitar 2 – 1 juta tahun yang lalu. Karena pengaruh proses alam, batu-batuan ini membentuk dirinya menjadi kolom-kolom poligonal segi empat, lima, enam, delapan, yang permukaannya sangat halus sehingga banyak orang yang mengira batu-batuan ini merupakan hasil karya tangan manusia jaman dahulu.

Pelataran pertama Situs Gunung Padang

Arsitek megalitik yang diperkirakan hidup sekitar 6000 tahun yang lalu, menyusun kolom-kolom batu tersebut menjadi sebuah bangunan berundak-undak yang sangat indah. Sayangnya, letak batu-batuan tersebut saat ini sudah banyak yang tidak beraturan, tergeletak begitu saja. Menurut Pak Dadi, petugas di situs Gunung padang, sebelum dianggap memiliki nilai budaya yang tinggi, Gunung Padang merupakan sumber kayu bagi para pencari kayu. Banyak pohon-pohon besar yang tumbuh di sini dan ditebang oleh para pencari kayu. Selain itu, Gunung Padang juga pernah dimanfaatkan sebagai ladang oleh masyarakat sekitar. Penebangan dan pengangkutan pohon serta perladangan lah yang mengubah posisi bebatuan dari posisi aslinya. Untungnya, masih terdapat beberapa batuan yang tersusun rapi pada posisi aslinya sehingga nilai-nilai budayanya tidak hilang begitu saja.

Pada pelataran pertama, terdapat batu berbentuk poligon yang disebut batu gamelan. Konon, pada jaman dahulu, dari arah Gunung Padang ini kerap terdengar bunyi-bunyi gamelan setiap malam Selasa dan malam Jumat. Sampai saat ini bunyi gamelan ini sesekali saja terdengar, dikalahkan oleh bunyi-bunyi dari sumber-sumber suara lain yang lebih modern, seperti TV, radio, maupun kendaraan bermotor. Salah satu petugas yang mengantar kami, memainkan batu gamelan tersebut, terdengarlah alunan musik tradisional Sunda dari pukulan-pukulan batu kecil pada batu gamelan. Para seniman tradisional Sunda, seperti pesinden, dalang, konon sering melakukan doa di sini sebelum melakukan pertunjukan.

Kalau merujuk pada sejarah Jawa Barat, Gunung Padang ini diperkirakan merupakan salah satu kebuyutan yang ditemukan oleh seorang pangeran Kerajaan Sunda yang berkelana menjelajahi tempat-tempat keramat di Pulau Jawa dan Bali pada sekitar abad ke-15. Konon, tujuan perjalanannya adalah untuk meningkatkan ilmu yang dimilikinya.

Pangeran ini adalah pangeran yang mendapat julukan Bujangga Manik. Dari perjalanannya, Bujangga Manik berhasil mencatat sekitar 450 nama geografis yang sebagian besar masih dapat dikenali sampai saat ini. Catatan dalam lembar-lembar daun lontar tersebut sekarang tersimpang di Museum Bodleian, Oxford, Inggris. Dari catatan tersebut diketahui bahwa Bujangga Manik pernah melakukan persiapan untuk perjalanan spiritualnya ke Nirwana di suatu tempat kebuyutan yang ditemukannya di hulu Sungai Cisokan, Cianjur. Walaupun belum ada kepastian di mana kebuyutan di hulu Sungai Cisokan yang disebut oleh Bujangga Manik, tetapi satu-satunya tempat kebuyutan yang ada di hulu Sungai Cisokan – Cikondang, Cianjur adalah Gunung Padang.

Nampaknya, masih banyak cerita bernilai tinggi yang dapat digali dari Situs Gunung Padang. Ini tentu saja membutuhkan dukungan para peneliti arkeologi maupun sejarah. Potensi arkeologi, sejarah, maupun geologi Gunung Padang yang masih belum digali secara optimal ini merupakan kekayaan alam dan budaya yang sangat tinggi bagi Cianjur, dan bahkan bagi Indonesia.